Minggu, 01 Mei 2011

Istana Sekaligus Kuburan di Gua Harimau

Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata yang dipimpin oleh Prof Dr Truman Simanjuntak menemukan 17 kerangka manusia kuno di Gua Harimau, Desa Padangbindu, Kecamatan Semidangaji, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.

Truman Simanjuntak di lokasi penggalian,mengatakan, Gua Harimau memperlihatkan indikator hunian prasejarah dan sekaligus hamparan kuburan.

Terbukti sejak penelitian tahun 2008 hingga saat ini sudah ditemukan

17 kerangka manusia kuno yang diperkirakan hidup 3.000 tahun lalu. Peneliti juga menemukan perkakas rumah tangga dari bahan logam.

Truman, dengan didampingi Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Aufa S Syarkomi, mengatakan, tim peneliti akan menggali lagi hingga 30 April mendatang di Gua Harimau.

Tim peneliti juga menemukan satu kuburan dengan tiga tengkorak digabung dalam satu liang. Menurut Truman, penemuan ini semakin unik dan menarik untuk diteliti.

"Mungkin yang meninggal ini anak raja atau pemimpin, biasanya pengawalnya ikut dibunuh dan dikubur dalam satu lubang supaya anak raja ini bisa ada teman di dunianya yang baru," terang Truman. Menurut dia, itu baru analisis sementara karena masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain.

Sejumlah kerangka manusia kuno ini dikubur dengan berbagai posisi (tidak satu arah), ada pula tengkorak orok. Baru separuh gua yang digali, sudah ditemukan belasan tengkorak. "Sudah terlihat hamparan kuburan," kata Truman.

Ia berkesimpulan sementara, Gua Harimau merupakan tempat hunian dan sekaligus hamparan kuburan. Jika Prof Truman memperkirakan komunitas itu ada rajanya, maka dapat ditafsirkan pula bahwa tempat hunian di gua itu juga sebagai istana pada masanya.

Menurut Prof Truman, Gua Harimau dijadikan hunian sekaligus kuburan karena sangat luas. Pintu masuknya selebar kira-kira 40-50 meter. Langit-langit atap gua sangat tinggi, sekitar 20-35 meter. Sementara di tempat lain, kata Truman, biasanya kuburan berada di puncak-puncak gua supaya tidak mengganggu aktivitas penghuni gua.

Prof Truman, kepada Aufa S Syarkomi yang melihat langsung aktivitas peneliti, berjanji akan datang kembali ke lokasi. "Saya sangat tertarik dan ingin tahu lebih jauh seputar temuan penelitian di Gua Harimau ini," kata Aufa.

Prof Truman Simanjuntak memimpin tim yang beranggotakan Wahyu, Saptomo, Dr Bagyo Prasetyo, Dr Fadilla Arifin Aziz, Jatmiko, Retno Handini, Dwi Yani Yuniawati, Dariusman Abdillah, Vita, dan tiga teknisi, yaitu Romania Lumban Gaol, Ngadiman, dan Sigit Eko Prasetyo.

Pada November 2010 silam, Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran Harry Widianto meyakini, kuburan massal di Gua Harimau adalah sisa-sisa rangka manusia prasejarah dari ras Mongoloid.

Keyakinan itu berangkat dari ciri-ciri morfologi rangka temuan, terutama dari bentuk tengkorak yang meninggi dan membundar (brachycephal) dan tulang tengkorak bagian belakang (occiptal) yang datar.

Selain itu, juga ada ciri morfologi gigi seri, bentuk orbit mata, kedalaman tulang hidung (nasal), serta dari postur tulang dan tubuh mereka yang khas Mongoloid. "Ciri-ciri morfologinya memang menunjukkan identitas mereka sebagai bagian dari ras Mongoloid," kata Harry saat itu.

Ia memperkirakan, peradaban di Gua Harimau berasal dari masa antara 3.500 dan 2.000 tahun lampau.
Read More

Dinosaurus "Iblis"

Dinosaurus baru yang diberi nama "Evil Spirit Buck-Toothed Reptile" alias reptil roh setan bergigi jelek atau dalam nama ilmiah Daemonosaurus chauliodus ditemukan di New Mexico. Si iblis ini merupakan dinosaurus penghubung antara dinosaurus tertua dan dinosaurus Jurassic spesies theropod.

Dinosaurus yang hidup 205 juta tahun yang lalu ini setinggi

anjing besar dengan tulang yang tidak biasa. Demikian jelas Hans-Dieter Sues, ahli purbakala vertebrata di National Museum of Natural History di Washington DC. "Moncongnya pendek dan gigi depannya besar-besar," katanya. Ia juga menambahkan, "Jenis struktur tulang yang tidak dikira pada waktu itu untuk dinosaurus predator."

Dinosaurus tertua yang diketahui hidup 230 juta tahun yang lalu, dalam Periode Triassic. Setelah itu, ada jeda besar dari hasil temuan fosil. Banyak ahli memperkirakan bahwa dinosaurus-dinosaurus awal punah. "Setelah itu predator yang lebih rumit mengambil alih kemudian terjadi diversifikasi pada peralihan periode Triassic ke Jurassic," kata Sues.

Daemonosaurus c ini merupakan jembatan yang menghubungkan kedua grup dinosaurus. Dari fosil yang ditemukan, dinosaurus ini memiliki beberapa ciri yang menghubungkan jeda evolusi antara dinosaurus awal ke dinosaurus yang lebih modern. Berdasarkan analisis terhadap fosil yang ditemukan, dinosaurus ini memiliki ciri Triassic dengan beberapa ciri dari Jurassic.

Ciri Triassic yang dimilikinya, misalnya, jeda kecil antara lubang hidung dan rongga mata. Tulang yang berkaitan dengan kantong udara yang seperti sistem paru-paru burung juga masih punya ciri primitif. Ciri dinosaurus yang lebih modern yang dimiliki Daemonosaurus c ada pada gigi.

"Ini adalah bukti bahwa dinosaurus punya distribusi yang lebih luas," jelas Sue.
Read More

Mencari Asal-usul Kehidupan

Dalam Frankenstein, buku klasik karya Mary Shelley yang terbit tahun 1818, Victor Frankenstein mengumpulkan potongan-potongan mayat dan menjahitnya menjadi tubuh yang utuh. Menggunakan aliran listrik, Frankenstein berhasil menciptakan kehidupan meski kemudian menyesalinya.

Dalam kehidupan nyata, manusia memang tak henti-hentinya mencari jawaban, apakah kehidupan ini ada karena

suatu kuasa atau semata-mata proses alam?

Ada berbagai teori dan percobaan menyangkut asal-usul kehidupan. Dalam buku The Grand Design (2010), fisikawan Stephen Hawking bersama Leonard Mlodinow menjelaskan tentang penciptaan ini. Menurut mereka, ”Tata surya dapat membentuk dirinya sendiri karena ada hukum alam, seperti gravitasi. Maka, penciptaan spontan adalah sumber adanya ’sesuatu’ dan bukan kehampaan, adanya alam semesta dan adanya kita.”

Sebelum itu, para ahli biokimia sudah merumuskan berbagai teori dan menguji coba di laboratorium. Salah satu yang fenomenal adalah uji laboratorium yang dilakukan Stanley Miller, kandidat doktor di University of Chicago, Amerika Serikat, tahun 1953.

Miller mereproduksi kondisi atmosfer purba dengan hidrogen, air, metana, dan amonia dalam bejana dan memanasinya. Dalam seminggu ia menemukan endapan senyawa organik penyusun kehidupan: asam amino.

Ragam asam amino itu—glisin, alanin, aspartik, dan glutamik—adalah unsur dasar pembentuk protein, penyusun struktur sel, dan berperan penting dalam reaksi biokimia yang dibutuhkan kehidupan.

Bukti baru

Pekan lalu, Lembaga Aeronautika dan Antariksa AS (NASA) memublikasikan hasil pengujian terhadap bahan penelitian Miller. Bahan ini, dengan alasan yang tidak pernah diketahui, tidak pernah dicoba sampai Miller meninggal tahun 2007.

Bahan ini mengandung hidrogen sulfida (H2S) yang belum pernah digunakan sebelumnya. ”Hidrogen sulfida berfungsi menstimulasi kondisi awal atmosfer kita,” kata Eric Parker dari Georgia Institute of Technology, Atlanta, dalam situs resmi NASA.

Parker adalah penulis utama laporan ilmiah tersebut dalam The Proceedings of the National Academy of Sciences.

”Sungguh mengagetkan, dengan menggunakan H2S, asam amino yang dihasilkan jauh lebih kaya dibandingkan penelitian-penelitian sebelumnya,” ujar Profesor Jeffrey Bada dari Scripps Institution of Oceanography, University of California. Ia berpartisipasi dalam penelitian ini.

Total diperoleh 22 jenis asam amino dan 10 jenis di antaranya belum pernah ditemukan dalam percobaan serupa. Salah satu dari asam amino tersebut, metionin, berperan besar dalam kode genetik. ”Metionin menginformasikan pada sel untuk menerjemahkan suatu desain menjadi protein,” kata Dr James Cleaves dari Carnegie Institution of Washington, anggota tim peneliti.

Kesimpulannya, penelitian menunjukkan peran gunung berapi pada pembentukan senyawa organik awal. Seperti diketahui, gunung berapi adalah sumber sulfur yang berlimpah. Kilat cahaya yang muncul saat gunung meletus, seperti aliran listrik yang membangkitkan kehidupan. Dengan demikian, kawasan gunung berapi bisa jadi menjadi lokasi awal mula kehidupan karena merupakan daerah yang kaya senyawa organik, baik jenis maupun jumlahnya.

Penelitian lebih lanjut pada meteorit— partikel antariksa yang tidak habis terbakar di atmosfer dan jatuh ke Bumi—menunjukkan bahwa selain kaya unsur karbon, meteorit juga mengandung beragam asam amino. Maka, bisa jadi molekul penting yang berperan dalam kehidupan berasal dari antariksa dan mempercepat munculnya kehidupan karena bahan bakunya sudah siap bersenyawa.

”Kami menemukan bahwa tipe asam amino yang dihasilkan dengan menambahkan H2S ternyata hampir sama dengan asam amino pada meteorit yang kaya karbon,” tutur D Jason Dworkin dari NASA Goddard yang memimpin Laboratorium Astrochemistry NASA.

Awal mula

Meski demikian, kerja Miller tak lepas dari teori-teori yang dihasilkan para ahli biokimia sebelumnya. Menurut John Haldane dari Inggris tahun 1929, atmosfer pada zaman Bumi purba tidak memiliki oksigen bebas.

Kemudian Haldane dan Aleksander Oparin dari Soviet menyatakan, ”Semua bahan baku kehidupan sudah ada di Bumi sejak awal mula, demikian juga dengan energi dari Matahari dan proses yang belum diketahui, tapi memicu munculnya kehidupan.”

Di Amerika, tahun 1952, ahli biokimia Harold C Urey mengelaborasi teori Haldane dan Oparin dengan menyebutkan unsur-unsur yang ada sejak terbentuknya semesta, yaitu hidrogen, oksigen, nitrogen, dan karbon. Inilah yang kemudian membentuk air, amonia, dan metana sebagai unsur dasar pembentuk kehidupan.

Adalah Stanley Miller yang kemudian mengombinasikan ide Haldane, Oparin, dan Urey dalam percobaannya. Selain menemukan senyawa organik penyusun kehidupan, percobaan Miller juga membuktikan betapa mudah asam amino terbentuk.

Pada tahun yang sama, 1953, penemuan struktur DNA—deoxyribonucleic acid yang membawa kode genetik—semakin membuktikan besarnya peran senyawa organik dasar menyusun kehidupan. Penemuan DNA juga membuka pemahaman terhadap beberapa senyawa, di antaranya asam nukleid, yang bisa bereplikasi dan mewariskan kehidupan.

Semua penelitian di atas mengarah pada pembentukan asam amino sebagai langkah awal evolusi. Akan tetapi, betulkah semua ini proses alam semata seperti yang dipercaya Hawking dan Mlodinow, ataukah ada kehendak Yang Kuasa?
Read More

Paus Bungkuk Navigator Hebat

Menurut hasil proyek pengamatan selama 8 tahun, paus bungkuk menggunakan posisi Matahari, medan magnet Bumi, dan bintang sebagai pemandu perjalanan. Paus bungkuk bisa menempuh perjalanan sejauh 16.000 kilometer dan bisa menempuh jalur lurus selama beberapa minggu.

"Padahal mereka harus melalui pusaran air, tapi mereka tetapi bisa berenang lurus," kata ilmuwan lingkungan dari University of Canterbury, Selandia Baru, Travis Horton. "Mereka menggunakan hal lain di luar tubuh mereka," kata Horton.
Paus bungkuk mencari makan selama

musim panas di lautan daerah kutub. Saat musim dingin, mereka bermigrasi ke lautan tropis. Saat itu pula mereka kawin dan bereproduksi. Sekali jalan, mereka bisa menempuh jarak 8.000 kilometer, membuat mereka menjadi hewan dengan jarak migrasi terjauh di Bumi.

Untuk penelitian, Travor dan timnya memasangkan alat bertenaga baterai yang memberikan informasi lokasi. Berdasarkan pengamatan, tak peduli arus air, badai, dan penghalang lain, jalur paus bungkuk tidak pernah menyimpang lebih dari 5 derajat salah bermigrasi. Sekitar separuh paus yang diamati, hanya menyimpan 1 derajat bahkan lebih kecil.

"Mengagumkan betapa jalur mereka sangat lurus," kata ahli biologi bahari Alex Zerbini dari National Oceanic and Atmospheric Administration. "Kami penasaran untuk mengetahui cara mereka melakukan hal itu," tambahnya.

Sudah puluhan tahun, ada penelitian mengenai migrasi satwa yang menggunakan magnet Bumi dan pelacakan Matahari. Tapi keduanya biasa dipakai oleh unggas. Paus bungkuk sepertinya tidak hanya mengandalkan kedua metode tersebut. Horton memperkirakan kalau paus bungkuk juga menggunakan posisi bulan atau bintang.
Read More

Hidung Buatan Bisa Deteksi Aroma Kanker

Seorang profesor dari Technion Israel Institute of Technology merekayasa hidung buatan yang dapat mendeteksi molekul pada napas manusia untuk mengenali gejala kanker di kepala dan leher. Hidung ini bakal jadi alat pengenal kanker yang sulit terdeteksi sejak dini.

Jangan bayangkan bentuknya persis hidung asli. Nanoscale Artificial NOSE (NA-NOSE) memiliki 5 sensor emas berukuran sangat kecil yang

dihubungkan ke peranti lunak. Tugas peranti lunak tersebut adalah mendeteksi pola molekul yang ada dalam udara yang dikeluarkan napas seseorang. Peranti lunak lalu menentukan ada atau tidaknya kanker di kepala, leher, atau paru-paru.

Sedikit saja partikel mikroskopik yang dibutuhkan untuk memicu sensor. Dengan demikian, alat ini sangat berguna untuk pendeteksian kanker pada tahap awal perkembangan--pada saat masih mudah ditangani.

NA-NOSE sudah diuji pada 87 relawan--sebagian besar memiliki kanker di kepala dan leher, beberapa orang lainnya memiliki kanker paru-paru, sementara lainnya lagi tidak memiliki kanker. Hidung ini dapat mengenali perbedaan antara kanker kepala dan leher dengan kanker paru-paru.

Meskipun hasil uji awal ini memuasikan, pengujian lebih lanjut perlu dilakukan sebelum alat ini digunakan oleh dokter.


Read More

Bunga Bangkai Mekar Kembali

Bunga bangkai di Kebun Raya Cibodas akan kembali berbunga untuk ketiga kalinya dalam bulan Mei 2011. Sebelumnya, bunga ini berbunga pertama kali pada tahun 2003 dan kembali berbunga pada 10 Mei 2007.

Amorphopallus titanum biasanya tumbuh di tempat terbuka yang relatif miring dan mendapat banyak cahaya matahari. Bunga ini juga biasa tumbuh di tanah yang

gembur dan banyak mengandung humus serta memiliki aerasi yang baik. Pengelola Kebun Raya Cibodas pun menempatkan bunga langka ini di belakang guest house, lokasi yang paling mirip dengan habitat aslinya.

Bunga bangkai raksasa yang ada di Kebun Raya Cibodas dibawa dari Sumatera. Pada tahun 2000, tim eksplorasi Kebun Raya Cibodas mengambilnya dari Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi, pada ketinggian 680 meter di atas permukaan laut dan menanamnya kembali pada 26 Juni 2000.

"Dulu bunga ini ditanam di belakang rumah kaca, tetapi karena tanahnya merah maka dipindah ke lokasi yang sekarang. Tanahnya lebih banyak mengandung humus," kata Makmur, salah seorang pegawai Kebun Raya Cibodas yang ikut menanam Amorphopallus titanum.

Bunga yang memiliki tiga fase pertumbuhan ini--vegetatif (berdaun), generatif (berbunga), dorman (istirahat)--berbunga setiap empat tahun sekali. Oleh sebab itu masa berbunganya menjadi momen istimewa yang selalu ditunggu-tunggu.
Read More

Kamis, 17 Maret 2011

Kaktus Berjalan Hidup 520 Juta Tahun Lalu

Diania cactiformis disebut kaktus berjalan.
Dugaan para ilmuwan bahwa artropoda atau hewan berbuku-buku berevolusi dari lobopodia atau sejenis cacing mulai menemukan titik terang. Penemuan fosil yang diberi nama "kaktus berjalan" diharapkan menjadi jawabannya.

Sebuah fosil makhluk serupa cacing berkaki 10 yang hidup 520 juta tahun lalu diduga sebagai mata rantai penghubung dalam sejarah evolusi serangga, laba-laba, dan krustasea. Makhluk yang disebut kaktus berjalan itu termasuk kelompok hewan serupa cacing disebut lobopodia, yang diduga sebagai asal-usul

artropoda.

"Penemuan kaktus berjalan sangat penting karena sebelumnya kami belum menemukan fosil yang dapat dijadikan acuan dugaan kami," kata Jianni Liu, pemimpin tim peneliti yang melakukan studi terhadap fosil tersebut.

Sebelum penemuan kaktus berjalan, Diania cactiformis, semua anggota lobopodia memiliki tubuh dan tungkai yang lunak. Sementara hewan artropoda memiliki tubuh yang bersegmen (berbuku-buku) serta tungkai yang menyatu dan terlindungi cangkang keras.

Petunjuk evolusi artropoda hingga saat ini terdapat pada cacing beludru yang disebut-sebut sebagai satu-satunya keluarga terdekat bagi seluruh artropoda. Setelah sebelumnya sempat diduga sebagai siput, hewan yang hidup di tanah ini hampir seluruh bagian tubuhnya lunak, kecuali cakar dan rahangnya.

Menurut Graham Budd, profesor paleobiologi di Uppsala University, Swedia, yang tidak terlibat dalam studi, penemuan kaktus berjalan akan mengisi sejarah evolusi di antara cacing beludru dan artropoda modern, yang dalam hal jumlah dan keragamannya merupakan kelompok hewan terbesar di bumi.

Namun, ia belum yakin kaki keras pada kaktus berjalan diwariskan langsung pada hewan artropoda modern. "Sebagai contoh, bisa saja kaktus berjalan bukan relasi dekat artropoda modern dan kaki kerasnya telah berevolusi berkali-kali. Selain itu, mungkin juga tubuh artropoda primitif mengeras sebelum kakinya," kata Budd.

Oleh karena itu, Budd mengatakan masih ingin melihat bukti lebih lanjut pada materi-materi fosil yang akan datang. Fosil-fosil baru, terutama yang berasal dari China, telah membantu memperjelas sejarah evolusi artropoda. Selama lebih kurang satu dekade ini, para ilmuwan telah memiliki beberapa konsensus tentang sejarah itu.
Read More

Hormon Cinta Ditemukan pada Monyet

Oksitosin sebenarnya ditemui pada seluruh mamalia, tetapi oksitosin yang ditemukan pada monyet ini berbeda.
Istilah cinta monyet sering dipakai untuk menggambarkan cinta remaja yang tidak serius. Namun ternyata monyet pun bisa mencintai. Para ilmuwan berhasil menemukan hormon cinta pada monyet yang disebut dengan oksitosin. Disebut hormon cinta karena

oksitosin berperan mengatur aktivitas organ reproduksi dan perilaku sosial, seperti ikatan antarkelompok, ibu dan anak.

Oksitosin sebenarnya ditemui pada seluruh mamalia, tetapi oksitosin yang ditemukan pada monyet ini berbeda. Peneliti mengungkapkan, perbedaan itu terjadi karena gen yang bertanggung jawab dalam produksi hormon ini juga berbeda.

Karen Parker, peniliti dari Stanford University yang terlibat penelitian ini mengatakan, penemuan ini adalah kali pertama oksitosin ditemukan berbeda dalam mamalia yang dipelajari.

"Pandangan ortodoks mengatakan, semua mamalia memiliki oksitosin yang sama," ujarnya.

Penemuan hormon ini terjadi ketika Karen dan rekannya tengah berupaya mempelajari monyet di laboratorium. Mereka mengalami kesulitan saat ingin mengukur kadar oksitosin. Setelah melakukan analisa genetik, mereka mengetahui bahwa gen yang bertanggung jawab terhadap produksi oksitosin dalam monyet berbeda.

Parker mengatakan, ia dan timnya akan terus mempelajari aktivitas oksitosin ini untuk membandingkan efeknya dengan oksitosin yang dikenal selama ini.

Oksitosin sendiri adalah sebuah hormon yang diproduksi di bagian otak disebut kelenjar putuitari. Setelah diproduksi, hormon disebarkan lewat sistem sirkulasi tubuh, terutama menuju organ target.
Read More

9 Fakta Unik Soal Dinosaurus

Dinosaurus adalah hewan purbakala yang bertahan hidup lebih dari 700 ribu tahun. Penelitian terbaru menyatakan mereka punah setelah bumi ditumbuk meteorit yang besar. Di samping itu, ada fakta-fakta menarik seputar hewan yang dikenal dengan ukuran tubuh jumbo ini.
berikut 9 fakta yang perlu ada anda ketahui dari hewan purbakala ini:

1. Dinosaurus terberat
Gelar ini diberikan kepada Brachiosaurus dengan berat 80 ton. Ini setara dengan berat 17 gajah Afrika. Brachiosaurus memiliki tinggi 16 meter dan panjang 26 meter. Ini merupakan kerangka terbesar dinosaurus yang dipasang di museum.

2. Dinosaurus terkecil
Fosil Dinosaurus dewasa terkecil adalah burung-berpinggul kecil pemakan tumbuhan seperti Lesothosaurus. Dino ini hanya seukuran ayam. Contoh fosil yang lebih kecil pernah ditemukan, tapi itu dinosaurus bayi.

3. Telur Dinosaurus terkecil
Sejauh ini, telur dino terkecil yang pernah ditemukan hanya sepanjang 3 centimeter (cm). Peneliti belum tahu dari spesies manakah telur ini.

4. Dinosaurus terpintar
Salah satu dino paling pintar adalah Troodon. Sehari-hari, Troodon berburu dino lainnya. Dia memiliki panjang sekitar 2 m dengan otak sebesar burung atau mamalia saat ini. Dia juga memiliki lengan yang mampu memegang.

5. Dinosaurus terbodoh.

Ada dino terpintar, maka ada juga dino terbodoh. Posisi ini diduduki Stegosaurus yang memiliki otak sebesar kacang walnut, panjang hanya 3 cm dengan berat 75 gram.

6. Dinosaurus tertinggi
Dinosaurus tertinggi adalah kelompok Brachiosaurid dari sauropoda. Kaki depan yang lebih panjang dari kaki belakang memberi mereka sikap seperti jerapah. Hal ini dikombinasikan dengan leher yang sangat panjang, memampukan kelompok ini menelusuri pohon tertinggi. Brachiosaurus -dino paling tenar dari grup ini- memiliki tinggi sampai 13 meter. Jenis lainnya, Sauroposeidon, diperkirakan bisa tumbuh sampai 18,5 m.

7. Pelari tercepat
Dino paling cepat adalah Dromiceiomimus yang memiliki mimik menyerupai burung unta. Dia bisa lari dengan kecepatan 60 km per jam.

8. Dinosaurus tertua
Dino paling tua yang pernah ditemukan berusia 230 juta tahun dan ditemukan di Madagasgar. Namun, mereka belum diberi nama resmi. Sebelum ini Eoraptor, yang berarti 'pencuri fajar', telah memegang gelar di 228 juta tahun.

9. Nama paling panjang
Dinosaurus yang memiliki nama paling panjang adalah Micropachycephalosaurus yang berarti kadal tebal berkepala kecil. Fosil hewan ini ditemukan di China dan diberi nama tersebut pada 1978 oleh ahli paleontologi China.
Read More

Jamur Parasit Ubah Semut Jadi Zombie

Jamur yang menginfeksi semut akan tumbuh memanjang di kepala sampai melepaskan spora dan korbannya menjadi seperti zombie yang hanya diam menggigit bagian bawah daun.
Peneliti temukan empat spesies jamur baru yang bisa mengubah semut menjadi zombie di Amazon. Penelitian yang terbit di jurnal PLoS One itu menunjukkan kalau jamur Ophiocordyceps unliateralis bersifat parasit dan dapat hidup di empat spesies semut (Camponotini sp.) di daerah Zona da Mata, Brazil.

Semut terinfeksi ketika mereka bersentuhan dengan spora yang dilepaskan jamur. Dalam waktu seminggu, semut akan berubah menjadi seperti

zombie. "Tingkah laku semut berubah. Mereka menggantung di daun dengan menggigit bagian bawah dedaunan belukar," jelas Profesor David Hughes dari University of Pennsylvania yang juga pemimpin peneliti.

Hughes juga menjelaskan jamur akan tumbuh di kepala semut menjadi seperti antena dan melepaskan sporanya ke udara. Spora itu jatuh ke tanah atau terbawa hujan sehingga dapat bersentuhan dengan semut lain.

Temuan jamur yang membuat semut jadi zombie ini bukan pertama kali. Pada tahun 2009, Hughes menemukan semut zombie di Indonesia. Semut-semut zombie tersebut tergantung pada daun setinggi 25 cm di atas tanah pada lingkungan dengan kelembapan 95 persen--kondisi yang sempurna bagi jamur untuk tumbuh.

Pada spesies-spesies yang ditemukan di Amazon, Hughes menemui perbedaan ukuran dan bentuk. Dua spesies jamur punya spora kedua yang membuat mereka punya kesempatan lebih banyak untuk menempel pada semut. Jamur-jamur baru ini, menurut Hughes, hanya berefek pada spesies semut tertentu saja.

Para ilmuwan tidak melihat kesempatan untuk membuat pestisida dari jamur ini. "Penelitian menunjukkan kalau jamur ini hanya menyerang spesies tertentu. Kalau hama semut berasal dari banyak spesies, pestisida tersebut tak ada gunanya," kata Steve Shattcuk dari SCIRO Ecosystem Sciences.

Hughes selanjutnya berencana pelajari jamur penyebab zombie di Kolombia, Guyana, Brazil, Peru, Malaysia, Papua, dan Australia.
Read More

Spesies Lele Berkulit Jaguar

Lele mungkin sudah sangat akrab dengan masyarakat Indonesia. Akan tetapi, bagaimana dengan lele berkulit mirip jaguar? Pastinya ini merupakan hal baru. Para ilmuwan baru saja menemukan spesies ini dan memublikasikan temuannya di jurnal Zootaxa,Para ilmuwan mengatakan, lele yang ditemukan memiliki tampakan luar berwarna

krem dengan bintik-bintik, persis kulit jaguar. Karena kemiripan itu, lele jaguar ini kemudian dinamai Stenolicnus ix. Dalam bahasa Maya, "ix" adalah kata yang merujuk pada spesies jaguar.

Stenolicnus ix memiliki perbedaan menonjol dengan hewan lain pada genus yang sama. Spesies ini memiliki panjang nasal barbel yang berbeda dari spesies lain segenus. Nasal barbel adalah organ taktil yang memanjang dari mulut, berwujud mirip kumis kucing.

Spesies ini ditemukan dalam rangkaian ekspedisi di wilayah hutan Amazon bagian utara, Para, Brazilia, wilayah hutan hujan tropis yang mencakup area seluas 4 hektar. Ilmuwan menemukan ketika mengeksplorasi dasar Sungai Curua, menyaring pasir dan sampah daun dengan memakai jaring kecil.

"Ikan ini kami temukan ketika kita akan menyelesaikan penelitian di danau kecil. Spesiesnya sangat kecil karenanya sangat sulit ditemukan. Itulah sebabnya kami hanya mengambil satu sampel," kata Wolmar Wosiack, peneliti dan kurator koleksi ichtyologi di Emilio Goeldi Museum, Para.

Selain lele berkulit jaguar ini, terdapat 15 spesies lainnya yang juga ditemukan di perairan yang sama selebar 5 meter dengan kedalaman 1 meter. Wosiack menemukannya bersama rekannya, Daniel Coutinho, dari Federal University Para dan dan Luciano Montag, mahasiswa pascasarjana di universitas tersebut.

Ekspedisi ini diorganisasi oleh Emilio Goeldi Museum dan Conservation International Brazilia. Ekspedisi dilakukan pada tahun 2008 dan melibatkan 30 ilmuwan, dipimpin oleh Alexandro Aleixo, peneliti dan kurator koleksi burung Museum Goeldi. Eksplorasi dilakukan di wilayah hutan seluas 12 juta hektar.
Read More

Gempa Mempercepat Aliran Gletser

Selain menyebabkan pergeseran poros Bumi dan mempercepat rotasi, gempa Jepang dilaporkan juga mengakibatkan kecepatan aliran gletser di Antartika meningkat untuk sementara. Biasanya, gletser bergerak 1 meter dalam sehari, tapi kali ini bergerak setengah meter sekaligus saat

gempa terjadi.

Pergerakan itu termonitor oleh Jake Walter dari Universitas California Santa Cruz. Bersama rekannya, ia memantau aliran gletser itu dari California menggunakan fasilitas GPS. Walter dan rekannya menemukan, kecepatan aliran es meningkat 2 kali sehari dalam pergerakan yang berlangsung hingga 30 menit.

Peningkatan aliran gletser dilaporkan terjadi di Whillans, Antartika Barat. Aliran Whillands mengalirkan es dari Antartika Barat menuju Ross Ice helf. Walter menganggap fenomena ini menarik meski takkan mengganggu kestabilan aliran es di Antartika.

Gempa besar diketahui bisa menimbulkan gelombang seismik yang diantarkan ke seluruh bagian planet sebelum akhirnya "hilang". Analisis lebih lanjut yang dilakukan Walter menguak bahwa peningkatan pergerakan gletser terjadi tepat saat gelombang sampai di Antartika.

Walter mengatakan bahwa setiap gempa besar bisa mengakibatkan fenomena ini. "Gempa Cile tahun lalu juga memiliki efek yang sama. Sangat menarik mengetahui bagaimana gempa besar memengaruhi pergerakan gletser," kata Walter .
Read More

Fosil Dinosaurus Pertama di Angola

Bertahun-tahun dilanda perang, Angola ternyata menyimpan jejak prasejarah yang penting bagi ilmu pengetahuan. Untuk pertama kalinya, setelah masa damai, para ilmuwan menemukan fosil dinosaurus di barat daya Afrika itu.

Temuan tersebut dipublikasikan dalam sebuah makalah di jurnal Annals of the Brazilian Academy of Science. Dinosaurus tersebut adalah

jenis sauropoda dengan leher panjang, pemakan tumbuh-tumbuhan alias herbivora, dan termasuk makhluk terbesar di dunia sepanjang masa.

Fosil tersebut ditemukan tim ilmuwan berbagai negara yang melakukan ekspedisi penggalian di sana. Hanya ditemukan tulang kaki bagian depan. Dari karakteristiknya, fosil tersebut diperkirakan berasal dari jenis dinosaurus yang belum diketahui atau spesies baru.

Para ilmuwan menamakannya Angolatitan adamastor. Angolatitan berarti raksasa dari Angola. Adamastor diambil dari sosok raksasa laut dalam mitos pelaut Portugis. Menurut para ahli, dinosaurus tersebut termasuk yang terbesar di antara jenis lainnya.

Dr Octavio Mateus dari Unversidade Nova de Lisboa Portugal menemukan Angolatitan adamastor pada tahun 2005. Pengangkatan dan penelitian sejak saat itu dimulai. Fosil dinosaurus ditemukan di lokasi yang pada 90 juta tahun yang lalu merupakan lautan. Di dekatnya, ditemukan fosil ikan dan gigi hiu. "Mungkin dulu dinosaurus ini terseret ke laut dan dicabik-cabik oleh hiu purba," demikian ilmuwan memperkirakan.

Temuan ini merupakan hasil ekspedisi paleontologi pertama sejak 1960-an. Angola merupakan salah satu negara dengan perang berkepanjangan. Perang pecah pada tahun 1960-an, diikuti perang saudara setelah memperoleh kemerdekaan dari Portugal pada tahun 1975. Perang berakhir pada 2002 setelah angkatan bersenjata berhasil menumpas pemimpin pemberontak Jonas Savimbi.

"Kami tidak takut ranjau, kami tidak takut dengan kondisi negara yang bermasalah di masa lalu ini," kata Dr Mateus.
Read More

Ledakan Aurora dalam Terang Bulan

Aurora borealis adalah salah satu fenomena alam terindah di Bumi. Merekam keindahannya dengan kamera, apalagi dalam kondisi terang bulan purnama, bukanlah hal mudah sebab cahaya aurora borealis akan "kalah" oleh cahaya bulan.

Tapi, fotografer asal Jerman Kerstin Langenberger berhasil melakukannya. Dalam fotonya, aurora borealis terlihat terang dalam cahaya Bulan, seolah fenomena tersebut muncul di

siang bolong.

Langenberger berhasil memotret setelah menantia selama 300 jam menunggu fenomena itu muncul. Ia mengungkapkan, "Aurora harus sangat terang untuk bisa tampak saat ada Bulan. Ini jarang terjadi sehingga gambar seperti ini sangat jarang."

Foto Langenberger berhasil menguak keindahan Thingvellir National Park, tempat pengambilan foto yang menjadi salah satu situs warisan dunia UNESCO. Dalam foto itu, aurora tampak sebagai ledakan cahaya hijau dan ungu.

Aurora dijumpai di Kutub Utara dan kutub selatan Bumi. Aurora yang dijumpai di kutub utara disebut Aurora Borealis atau Northern Light sementara yang dijumpai di Kutub selatan disebut Aurora Australis.

Fenomena ini muncul akibat partikel bermuatan dari Matahari yang dihantarkan ke Bumi. Partikel tersebut tertarik oleh medan magnet Bumi, melepaskan energi hingga menghasilkan cahaya di lapisan ionosfer.

Kemunculannya tiba-tiba. Langenberger harus tiba di lokasi siang hari sehingga bisa mempersiapkan semua alat-alat untuk memotret. Malam harinya, ia harus sabar menanti si aurora datang.

"Kesulitannya adalah mengetahui dimana aurora muncul dan seperti apa nanti. Untuk waktu lama, tak ada yang terjadi dan hanya bisa menunggu. Namun, tiba-tiba langit malam hari mengalami ledakan aurora," kata Langenberger.

Langenberger mengungkapkan, "Ledakan aurora biasanya bertahan hingga beberapa menit, lalu ia akan menghilang. Aurora mungkin muncul lagi, tetapi bisa juga tidak. Tak ada yang tahu nantinya."

Aurora bukan hanya bisa muncul di Bumi. Hubble Space Telescope pernah menangkap fenomena aurora di Jupiter dan Saturnus, bahkan di satelit Jupiter yaitu Io, Europa dan Ganymede. Uranus dan Neptunus dilaporkan juga memiliki aurora.
Read More

Rabu, 16 Maret 2011

Ada Gua Raksasa di Permukaan Bulan

Organisasi peneliti ruang angkasa dari India menemukan gua bawah tanah berukuran besar di dekat ekuator Bulan. Gua raksasa yang ditemukan pesawat luar angkasa Chandrayaan-1 ini memiliki

panjang lebih dari 1,7 kilometer dan lebar 120 meter.

Para peneliti India mengutarakan kemungkinan penggunaan gua ini sebagai tempat manusia di masa yang akan datang. Gua tersebut dapat digunakan sebagai tempat perlindungan dari radiasi, tabrakan meteor kecil, debu, dan perubahan temperatur yang ekstrem karena perubahan struktur lava.

Para ilmuwan juga menunjukkan kalau gua itu hanya butuh sedikit konstruksi dan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pembuatan tameng khusus untuk menghadapi lingkungan bulan.

Temuan ini merupakan temuan gua lainnya di Bulan. Pada tahun 2009, badan antariksa Jepang JAXA mengumumkan temuan lubang di bulan yang cukup besar untuk ditempati manusia. Gua temuan JAZA ini berukuran 65 meter dan memiliki dalam 88 meter.
Read More

Misteri Kawah Kembar di Mars

Wahana ruang angkasa HiRISE milik Badan Antariksa Jepang (JAXA) merekam kawah kembar dan berdempetan di permukaan Mars yang lebarnya hampir sama. Hal tersebut menimbulkan spekulasi bagaimana kedua kawah dapat terbentuk demikain. Salah satu hipotesa untuk mengungkap misteri kawah kembar Mars adalah

terjadinya hantaman oleh dua meteorit sekaligus.

"Jika sebuah tubrukan terjadi satu per satu, kawah baru akan di atas kawah yang lama. Tapi ini sangat simetris, jadi mereka tercipta pada saat yang sama," kata Ian O'Neill, kontributor Discovery News.

Pertanyaannya, bagaimana hal itu terjadi? Awalnya meteor itu mungkin hanya satu, tapi kemudian terbelah menjadi dua ketika masuk ke dalam atmosfer Mars. Kebetulan, kedua belahan itu berukuran hampir sama dan jatuh di tempat yang sangat dekat, bahkan saling berdampingan.

Tercatat pada situs web HiRISE kalau asteroid dan komet bisa terpecah jadi dua ketika masuk ke dalam atmosfer sebuah planet. Asteroid Itokawa, yang dikunjungi oleh Hayabusa, pesawat luar angkasa milik Jepang, punya dua bagian.

Mars bukan hanya punya kawah kembar dua, tapi juga punya kawah kembar tiga. Akan tetapi, kawah kembar tiga ini tidak tampak sejelas kawah kembar dua. "Mungkin karena kawah ini lebih tua dan sudah tergerus," jelas O'Neill.

Namun, bagaimana sebenarnya yang memicu terbentuknya dua kawah kembar tersebut masih menjadi msiteri hingga kini.
Read More

Kedekatan Bumi-Bulan Menyebabkan Gempa?

Situs astronomi Space.COM beberapa waktu lalu memberitakan bahwa bulan sedang bergerak pada posisi terdekat dengan bumi. Posisi terdekat akan dicapai pada tanggal 19 Maret 2011 nanti, membawa bulan hanya pada jarak 221.567 mil, terdekat selama 18 tahun terakhir. Ketika Bulan sedang ada pada posisi terdekatnya, maka fenomena ini sering disebut

"supermoon".

Para ahli mengatakan, akibat dari "supermoon" adalah meningkatnya gelombang pasang air laut beserta meningkatnya aktivitas seismik di Bumi yang bisa berakibat pada meningkatnya potensi gempa bumi dan erupsi gunung berapi. Pada saat yang hampir bersamaan atau 8 hari sebelum puncak kedekatan Bumi dengan Bulan (perigee), Jepang diguncang oleh gempa berkekuatan 8,9 skala magnitude dan menyebabkan tsunami yang hingga kini menewaskan 1000 korban jiwa.

Sebagaimana diketahui, gempa diakibatkan oleh aktivitas tektonik Bumi. Berangkat dari kebetulan tersebut, beberapa pihak berspekulasi bahwa gempa di Jepang disebabkan oleh Bulan yang hendak menuju titik terdekatnya dengan Bumi.

Blogger Mark Paquette misalnya, memulai spekulasinya dengan mengatakan bahwa beberapa peristiwa gempa dahsyat memang terkait dengan kedekatan Bumi-Bulan. Ia mencontohkan gempa yang mengakibatkan tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004 lalu. Gempa tersebut terjadi 14 hari sebelum perigee Bumi-Bulan yang terjadi pada 10 Januari 2005.

Ia menuliskan, "Jadi, apa yang bisa kita lihat sekarang? Gempa bumi? Erupsi gunung berapi? Sepertinya kita cuma bisa menunggu dan melihat nanti." Komentar tersebut memang menakutkan. Bagaimana tidak, belum terjadi perigee saja bisa berakibat pada gempa terdahsyat sepanjang sejarah Jepang sejak 1891.

Menanggapi spekulasi itu, meteorolog senior di AccuWeather Paul Walker mengatakan, spekulasi bahwa gempa Jepang disebabkan oleh perigee Bumi-Bulan sepertinya tidak benar. "Saya kira Anda tidak bisa menghubungkannya dengan 'supermoon' yang masih 8 hari lagi terjadi. 'Supermoon' memang bisa berakibat pada gelombang pasang yang luar biasa, tapi tidak bisa begitu saja dikaitkan dengan peristiwa alam yang ekstrim semacam ini," jelasnya seperti dikutip MSNBC.

Astronom NASA David William juga mengatakan bahwa "supermoon" bukan penyebab gempa. "Supermoon itu hanya bulan yang besar dan sangat bercahaya. Tak ada yang spesial dengan itu," paparnya.

John Vidale, seismolog University of Washington dan direktur Pasific Northwest Seismic Network serta Wiliam Wilcock yang juga dari University of Washington pun mengatakan hal serupa. Mantan ilmuwan NASA Phil Plait mengatakan dengan tegas, "Apapun yang orang katakan, yang jelas tak ada kemungkinan gempa ini disebabkan oleh Bulan."

Perigee memang bisa menyebabkan peningkatan aktivitas tektonik, namun ia mengatakan bahwa hingga saat ini Bulan belum berada pada titik terdekat itu. Pergerakan Bulan bisa membawanya menuju titik terdekat dan terjauh dengan Bumi. Titik terdekat disebut perigee sedangkan titik terjauh disebut apogee.

Saat perigee, efek gravitasi Bulan terhadap Bumi meningkat. Efek yang paling bisa dilihat adalah gelombang pasang, sebab air adalah salah satu elemen bumi yang paling mudah dipengaruhi gravitasi.
Read More

Gempa Jepang Mempercepat Rotasi Bumi

Gempa berkekuatan 9 Skala Richter (SR) yang terjadi di Jepang Jumat (11/3/2011) menyebabkan distribusi massa di Bumi berubah karena pergerakan lempeng dan runtuhnya batuan di kulit Bumi. Hal tersebut berpengaruh terhadap kecepatan rotasi bumi menjadi sedikit lebih cepat dan manusia mengalami hari yang lebih singkat.

"Dengan berubahnya distribusi massa di Bumi, gempa Jepang mengakibatkan Bumi berotasi lebih

cepat, mempersingkat hari sebanyak 1,8 mikrodetik," kata Richard Gross, geofisikawan di Laboratorium Propulsi Jet milik NASA di Pasadena, AS, seperti dilansir Space.com. Analisi sebelumnya gempa tersebut hanya berpengaruh mempercepat rotasi 1,6 mikrodetik, namun data terakhir menunjukkan kalau kekuatannya lebih besar.

Namun, pengaruh tersebut jauh lebih kecil ketimbang variasi tahunan lama rotasi Bumi. Panjang satu hari atau waktu rotasi Bumi adalah 24 jam atau 86.400 detik. Panjang hari selama ini bervariasi sekitar 1000 mikrodetik bergantung pada variasi musim distribusi massa Bumi.

Perubahan waktu rotasi akibat gempa seperti kali ini bukanlah yang pertama terjadi. Gempa Aceh tahun 2004 misalnya, mempersingkat hari sebanyak 6,8 mikrodetik. Sementara gempa di Chile mempersingkat hari sebanyak 1,26 mikrodetik.

Gross mengungkapkan, perubahan ini belum selesai. Gempa susulan juga bisa mengubah waktu rotasi. "Gempa susulan juga bisa mengubah waktu rotasi. Namun karena kekuatan gempa susulan lebih kecil, pengaruhnya juga lebih kecil," jelasnya.

Secara teori, Gross mengungkapkan, apapun yang berdampak pada distribusi massa Bumi akan berdampak pada rotasi. Gempa dilaporkan mempercepat sedikit gerakan rotasi bumi yang biasanya sekitar 1.604 km/jam.

Meski demikian, ahli astrofisika dari Indonesia yang bekerja di Max Planck Institute for Astronomy, Johny Setiawan, tak terlalu yakin dengan pendapat itu. Menurutnya, panjang pendeknya hari hanya bisa terjadi bila ada efek dari luar bumi.

"Kalau Bumi kejatuhan asteroid sehingga massanya bertambah, pasti akan berubah panjang pendeknya hari," lanjutnya. Menurutnya, jika massa bumi tetap sama maka harusnya kecepatan rotasi dan lamanya rotasi juga akan tetap sama.
Read More

Penyu Arungi Samudra sejak Bayi

Penyu dikenal dengan kemampuannya mengarungi lautan luas untuk mencari makan hingga lokasi meletakkan telur. Namun, sejauh apakah bayi penyu mampu mengarungi lautan? Observasi para ilmuwan berhasil menguak bahwa dalam 70 hari, bayi penyu mampu mengarungi lautan sejauh

7.250 kilometer atau setara dengan jarak London ke Mumbai.

Jeanette Wyneken dan Kate Mansfield dari Florida Atlantic University adalah dua ilmuwan yang melakukan observasi tersebut. Dalam mengamati, mereka menggunakan perangkat pemantau yang dikontrol lewat satelit dan ditempelkan di cangkang bayi penyu tempayan (Caretta caretta). Sejumlah 17 bayi penyu berusia 4 hingga 6 bulan digunakan dalam observasi ini.

Wyneken dalam wawancaranya dengan Daily Mail mengungkapkan, "Ini adalah kali pertama bayi penyu umur 4 bulan direkam dan dideteksi pergerakannya dengan satelit. Sebelumnya, kita tidak pernah tahu apa yang dilakukan bayi penyu begitu mereka meninggalkan cangkang telurnya di pantai dan mulai mengarungi lautan."

Dari observasi, ilmuwan berhasil mengetahui berbagai hal, misalnya tentang pergerakannya. "Penyu memiliki gerakan yang bervariasi, lebih dari yang kita harapkan. Mereka melakukan lebih dari sekadar gerakan mengayuh di kedalaman air dan meluncur di arus." Wyneken dan rekannya mengaku sangat senang dengan hasil observasinya.

Bayi penyu tempayan yang digunakan dalam observasi ini diambil dari pantai Florida. Wyneken dan rekannya melepaskan penyu dari wilayah 10 mil dari Palm Beach. Saat ditimbang, penyu-penyu itu hanya memiliki berat rata-rata 300 gram. Wyneken mengaku, ia harus berhati-hati agar penyu tak terganggu dengan alat yang terpasang di badannya.

Observasi ini didanai oleh University of New Hampshire's Large Pelagics Research Center, Save Our Seas Foundation, Disney Worldwide Conservation Fund, dan Florida Sea Turtle Licence Plate Grants Program. Salah satu tujuan dari observasi ini adalah mengetahui habitat penting dalam hidup penyu sehingga mampu membantu upaya konservasinya.

"Pertanyaannya adalah satu sejarah alam yang paling mendasar. Ke mana mereka pergi? Untuk berapa lama dan apa risiko yang menghadangnya? Jika Anda tak tahu di mana mereka berada dan tempat macam apa yang mereka kunjungi, maka akan sangat sulit untuk mengupayakan perlindungan. Kalau Anda tak tahu informasi ini, Anda bertaruh dengan metode yang Anda gunakan untuk melindungi dan mengupayakan kesintasannya," kata Wyneken.
Read More

Tarsius Spesies terbaru

Para ilmuwan berhasil menemukan spesies baru tarsius purba yang hidup kira-kira 13 juta tahun yang lalu. Mereka menyadari fosil tulang rahang tarsius yang ditemukan merupakan spesies baru karena kunikannya dibandingkan tulang hewan sejenis. Spesies tarsius itu dinamai

Tarsius sirindhornae.

Dalam penelitian itu, mereka menemukan sebanyak 18 fosil tulang rahang ditemukan di dekat lokasi pertambangan Propinsi Lampang, Thailand. Setiap tulang rahang dilaporkan memiliki 4 gigi kecil.

Tarsius adalah primata kecil yang merupakan nenek moyang monyet dan manusia. Hewan ini memiliki mata besar dan aktif pada malam hari. Kini paling banyak ditemukan di wilayah Asia Tenggara.

"Tarsius, dulu dan sekarang, masih sangat langka. Jadi Anda bisa membayangkan kalau menemukan 18 fosilnya. Itu sangat luar biasa," kata pimpinan penelitian Yaowalak Chaimanee, geolog dari Departemen Sumber Daya Mineral Thailand.

Berdasarkan analisis fosil, Chaimanee mengatakan, spesies tarsius baru tersebut diperkirakan memiliki berat total 180 gram. Dengan demikian, spesies tersebut merupakan tarsius terbesar yang pernah ada.

Fosil tarsius saat ini memiliki gigi tajam dan memakan serangga dan mamalia kecil. "Fosil tarsius yang kami temukan memiliki gigi melingkar. Kami memperkirakan tarsius ini memakan sesuatu yang berbeda," katanya.

Chaimanee berpendapat, area di dekat pertambangan ketika tarsius hidup dahulu merupakan hutan lebat. Ia juga memperkirakan bahwa fosil-fosil yang ada milik tarsius yang menjadi santapan predator saat itu.
Read More

Jumat, 25 Februari 2011

Gemuruh Air dan Matinya 100 Paus

Lebih dari 100 ikan paus pilot mati karena terdampar secara massal di satu pantai terpencil di Selandia Baru, kata beberapa pejabat pelestarian alam. Beberapa pendaki juga menemukan 107 ikan paus yang terdampar di pantai Stewart Island, di lepas pantai di sebelah barat daya South Island.

Beberapa ikan paus dilaporkan sudah mati, dan petugas DOC harus menyuntik mati 48 ikan paus lainnya sebab tak ada harapan untuk bisa mengirim mereka ke laut lagi.

"Kami segera menyadari bahwa diperlukan setidaknya 10 sampai 12 jam sebelum

dapat mengirim mereka kembali ke laut, dan mengingat cuaca panas, kering, banyak ikan paus lagi akan mati," kata petugas.

Juru bicara DOC mengatakan, topan juga menerjang pantai di dekat Mason Bay, tempat ikan paus tersebut terdampar, sehingga berbahaya jika orang berusaha mengembalikan ikan paus itu ke laut. "Kami khawatir akan membahayakan keselamatan staf dan relawan," katanya.

Ikan paus pilot dengan panjang tubuh sampai enam meter adalah makhluk mamalia laut yang biasa terlihat di perairan Selandia Baru.

Peristiwa ikan paus terdampar massal biasa terjadi di pantai yang menghampar di negeri tersebut. Awal Februari, 14 ikan paus mati setelah terdampar di pantai di dekat kota wisata Nelson di South Island. Sebelumnya, 24 ikan paus mati bulan Januari di dekat Cape Reinga di bagian utara jauh negeri itu.

Apa penyebabnya?

Para ilmuwan tak yakin penyebab kematian ikan paus pilot itu karena membiarkan diri mereka terdampar di pantai, alias bunuh diri massal. Mereka berspekulasi, itu mungkin terjadi ketika suara bergemuruh di air dangkal.

Spekualasi lain, ada rombongan ikan paus pilot yang sakit bergerak menuju pantai dan yang lain mengikuti hingga terdampar. Namun, penyebab pastinya masih misteri hingga kini.
Read More

Spesies Kuda Laut Mini Ditemukan

Spesies baru kuda laut berhasil ditemukan. Kuda laut ini unik sebab berukuran hanya beberapa milimeter. Selain itu, spesies baru ini juga tidak memiliki struktur sirip di bagian dorsal atau punggung.

Spesies baru kuda laut ini dinamai Hippocampus paradoxus. Keberadaannya baru disadari setelah spesimen kuncinya disimpan lebih dari satu dasawarsa di South Australian Museum di Adelaide.

Ralph Foster, manajer koleksi di museum tersebut, mengatakan, "Spesies ini diketahui dari sebuah spesimen yang telah berada di museum sejak 1995. Saya menemukannya di rak pada 2006 dan menyadari ada yang tidak biasa."

Foster kemudian menganalisis dengan menggunakan CT Scan untuk mendapatkan

citra tiga dimensi rangka hewan itu. Cara ini biasa digunakan ilmuwan untuk menentukan karakteristik taksonomi penting berdasarkan sistem rangkanya.

Setelah menganalisis, Foster menentukan bahwa spesimen tersebut memang spesies baru kuda laut. Spesies ini unik sebab berukuran mini, hanya beberapa milimeter, serta tidak memiliki sirip dorsal atau punggung.

"Penelitian membedakan dengan jelas spesimen dari semua spesies kuda laut yang ada," kata Foster. Karena itu, spesies ini dinamai paradoxus sebab ciri-cirinya aneh dan kontradiktif dengan spesies-spesies lain.

"Spesies ini mungkin tidak pernah atau setidaknya jarang ditemukan sebelumnya," tutur Foster. Hal itu mungkin berkaitan dengan habitat spesies yang terpencil ataupun minimnya survei.

Kedalaman tempat spesimen ini ditemukan termasuk zona Mesophotic. Zona tersebut biasanya di luar jangkauan scuba diver, yang biasanya menjadi pihak pertama yang mengetahui kemungkinan adanya spesies baru.

"Dugaan saya, kemungkinan spesies ini umum pada habitat pilihannya. Namun, dibutuhkan syarat-syarat sangat spesifik untuk membuatnya terdistribusi merata, kecuali Anda menemukan habitat tepat," ucap Foster.

Saat ini telah ditemukan 230.000 jenis kehidupan laut, termasuk kuda laut. Jumlah tersebut diperkirakan hanya 30 persen jumlah sebenarnya. Ilmuwan menduga banyak spesies akan punah sebelum ditemukan sebab banyak laut telah dirusak.

"Kuda laut adalah hewan yang sangat sensitif terhadap polusi dan kerusakan habitat. Bisa jadi jenis yang baru diidentifikasi sudah punah dari alam liar," kata Chris Brown dari Weymouth Sea Life Park.
Read More

Api Terjun Setinggi 600 Meter

Melihat air terjun mungkin sudah hal biasa. Namun, bagaimana dengan "api terjun"? Inilah fenomena unik yang bisa dilihat di Horsetail Falls di Yosemite National Park, California. Api terjun itu terdapat di gugusan pegunungan Sierra Nevada, sebelah barat Danau Tahoe, memiliki ketinggian 2.000 kaki atau sekitar 600 meter.

"Api terjun" pada dasarnya merupakan air terjun, tetapi unik karena mendapatkan ekspos sinar matahari senja sehingga

berkilauan kuning keemasan. Peristiwa ini sangat langka dan cuma beberapa hari dalam setahun, biasanya di bulan Februari, sinar matahari akan menyorot air terjun, menciptakan cahaya oranye bak api yang memukau.

Fenomena api terjun paling tepat disaksikan pukul 17.30 waktu setempat. Saat itu, cahaya matahari senja tepat menyinari batuan di sekitar air terjun. Di situlah keajaiban alam terjadi dan iluminasi natural tercipta. Namun, hal tersebut sulit disaksikan sebab memang merupakan salah satu fenomena alam yang paling jarang.

Josh Anon, warga San Fransisco, berhasil mengabadikan fenomena "api terjun" itu. "Jika jumlah air cukup dan langit cukup cerah untuk mendapat cahaya matahari senja, matahari akan ada pada sudut yang tepat untuk menyinari air dan membuatnya bersinar," katanya.

Ia mengatakan, sulit untuk mendapat kesempatan menyaksikannya. "Ketika surya mulai tenggelam, air bersinar sedikit dan berwarna kuning. Kemudian, secara tiba-tiba air bersinar dan tampak seperti lava," kata Anon.

Yosemite National Park yang merentang sepanjang 3.000 kilometer menarik 3,5 juta wisatawan tiap tahunnya. Api terjun adalah salah satu pesonanya. Api terjun bisa dicapai dengan mendaki ke arah utara Twin Bridge lewat rute 50 AS.
Read More

Semut Pintar Mencari Rumah

Tubuh kecil ternyata tidak menghalangi semut mencari
sarang terbaik untuk dijadikan rumah tinggal. Penelitian yang dilakukan tim peneliti di Universitas Bristol Inggris, kemampuan
semut dalam

mencari rumah tinggal lebih baik dari manusia.

Untuk bisa melihat gerak-gerik semut mencari sarang, para penelit dengan cara memasang radio mini sebesar 3 milimetar pada tubuh semut.

Dari pantauan melalui radio mini, ketika ada dua sarang dan salah
satunya lebih besar, maka semut-semut akan menuju sarang yang lebih besar meskipun jaraknya lebih jauh.

"Setelah semut sudah menemukan sarang yang baik bagi koloninya, mereka juga merawatnya. Tetapi ketika mereka belum menemukan sarang yang pas, mereka akan terus mencari sarang baru," kata Dr. Elva Robinson, salah satu peneliti dari Universitas Bristol Inggris.

Peneliti juga menemukan saat koloni semut akan pindah sarang, semut pemimpin akan memandu untuk melakukan persiapan kemudian baru pindah ke sarang baru.
Read More

Sperma Kuda Tingkatkan Stamina?

Sperma kuda telah umum digunakan sebagai bahan penyedap di kawasan Tasmania, Australia. Di sana, segelas minuman berisi cairan itu disajikan di festival Hokitika Wildfoods yang berlangsung setiap bulan Maret.

Menurut Lindsay Kerslake, pemilik kuda-kuda pacu asal Christchurch, Australia, kuda penuh dengan testosteron. “Mereka jarang menyimpan kolesterol di tubuhnya,”.Idenya, kata Kerslake, jika Anda meminum cairan dari kuda jantan, Anda dapat

merasa kuat seperti kuda jantan tersebut. “Jika Anda mengkonsumsi minuman itu, Anda akan merasakan sensasinya selama seminggu setelahnya,” Kerslake mengklaim.

Mike Keenan, panitia penyelenggara festival tersebut menyebutkan, pihaknya yakin bahwa sperma kuda mengandung khasiat menyegarkan tersebut. Mereka yang meminumnya juga telah menyatakan demikian.

“Kami yakin hasil pengujian akan menjelaskan mengapa dan bagaimana tubuh terasa sangat enak setelah meminum itu,” ucapnya. “Saat ini penelitian sedang dilakukan."

Minuman yang mengandung sperma kuda jantan itu sendiri dijual seharga AU$7,60 atau sekitar Rp67 ribu per gelas dan tersedia dalam beberapa rasa. Jika konsumen menginginkan rasa alami, minuman itu juga tersedia tanpa campuran penyedap. Setiap porsi minuman itu juga dijual dengan minuman penawar bernama Powerhorse.
Read More

Semut Api di Asia Ternyata dari Amerika

Amerika Serikat ternyata bukan hanya mengekspor kebudayaannya ke seluruh dunia termasuk Asia. Sebuah riset menemukan, semut api (Solenopsis invicta) yang berkembang di Asia juga berasal dari Amerika Serikat.

Aslinya, semut penggigit ini berasal dari Amerika Selatan. Baru pada tahun 1930-an, semut api merangsek kawasan utara. Dan 20 tahun terakhir, semut api juga sudah menjajah negeri-negeri di Asia-Pasifik seperti China, Taiwan, Australia dan Selandia Baru.

Risetnya tentu bukan mewawancara semutnya karena ini mustahil. Riset dilakukan melalui

penelitian genetik yang dilansir sebuah tim di jurnal Science, pada Jumat 25 Februari 2011 ini.

Meski berasal dari Amerika Selatan, namun peneliti memastikan yang berkembang di Asia adalah keturunan semut api yang berkembang belakangan di Amerika Serikat, kata Marina Ascunce, dari Museum Sejarah Alam Florida, Universitas Florida.

"Saya dulu kira, setidaknya salah satu populasi di kawasan yang baru terjangkit berasal dari Amerika Selatan, namun semua data genetik memperlihatkan sumber yang paling mendekati adalah semut api dari kawasan selatan Amerika Serikat."

"Dengan mengetahui dari mana asal mereka, pengendalian biologis tentu bisa lebih fokus," kata Ascunce. "Kami juga dapat meningkatkan pengawasan kawasan sumber atau rute transportasi kunci," katanya.

Data genetika ini didapatkan dari semut-semut yang berasal dari 2.144 koloni yang tersebar di 75 kawasan geografis. Kesimpulan didapatkan dalam serangkaian tes untuk menentukan asal semut api.

Transportasi memang menjadi jawaban dari fenomena ini. Larry Gilbert, Direktur Laboratorium Lapangan Brackenridge, Universitas Texas, menyatakan, beberapa serangga penjajah ini dibawa ke Amerika Serikat melalui perdagangan.

"Jadi, sangat ironis ketika satu dari serangga yang terbawa ke Amerika Serikat lalu menjadi pelabuhan untuk mereka keluar ke seluruh dunia," kata Gilbert mengomentari hasil penelitian, kepada Associated Press.

Para ilmuwan memperkirakan semut api masuk Amerika Serikat melalui kapal kargo di Alabama. Dan sekarang, Amerika membelanjakan US$6 miliar per tahun untuk memerangi serangga, kerusakan pertanian dan biaya pengobatan.
Read More

Ayam Kalkun Keturunan Tyrannosaurus

Di sejumlah negara ada tradisi yang dilakukan beberapa hari setelah Thanksgiving. Pada kesempatan itu, dua orang akan memegang tiap ujung dari tulang garpu (wishbone atau furcula) ayam kalkun. Mereka menarik masing-masing ujungnya sampai tulang itu patah menjadi dua.

Sebagai informasi, wishbone merupakan tulang yang khusus karena ia merupakan satu kesatuan.

Furcula, istilah biologi untuk tulang garpu atau

wishbone terbentuk dari penggabungan dua tulang selangka di sekitar tulang dada. Furcula merupakan bagian penting dari mekanisme penerbangan burung. Ia menjadi titik penghubung untuk otot dan alat penguat bagi sayap.

Tulang itu sendiri sebenarnya elastis dan bertindak sebagai pegas yang menyimpan dan melepaskan energi saat burung mengepakkan sayapnya. Sangat sulit untuk mematahkan tulang ini jika belum dikeringkan.

Seperti dikutip dari Life Little Mysteries, 25 Februari 2011, sebelum ini ilmuwan mengira bahwa furcula merupakan tulang yang unik, yang hanya dimiliki burung.

Namun kini paleontologis memastikan, tulang ini sudah ada sejak lebih dari 150 juta tahun lalu dan tulang itu dimiliki oleh dinosaurus berkaki dua, yang memakan daging, yakni Tyrannosaurus dan Velociraptor.

Seperti diketahui, dua makhluk hidup reptil ini tidak terbang. Pada tubuh mereka, furcula kemungkinan bertindak sebagai struktur penopang saat dinosaurus itu memegang mangsanya.

Temuan ini merupakan komponen penting dari teori yang umum diterima bahwa burung dan unggas termasuk ayam kalkun merupakan keturunan dari dinosaurus seperti Tyrannosaurus.
Read More

Senin, 21 Februari 2011

Ditemukan, Perairan Tertua di Dunia

Para peneliti menemukan perairan dalam di bawah tanah yang telah terisolasi selama jutaan tahun di Witwatersrand Basin, Afrika Selatan. Luasnya diperkirakan mencapai seluas 400 kilometer.

Saat ditemukan, peneliti mendapati adanya gas neon larut di air yang berasal dari celah-celah berkedalaman hingga 3 kilometer dan tidak sesuai dengan profil gas neon biasa. Peneliti juga menemukan

tingkat salinitas atau kadar garam yang tinggi dan beberapa tanda-tanda kimia unik.

Tanda-tanda tersebut sangat berbeda dengan zat cair ataupun gas yang muncul dari bawah kerak bumi lainnya.

“Tanda-tanda kimia tersebut tidak sesuai dengan air samudera atau air yang berada di tempat yang lebih tinggi di Witwatersrand Basin,” kata Barbara Sherwood Lollar, peneliti dari University of Toronto, seperti dikutip dari Science20, 21 Februari 2011.

Lollar menyebutkan, perairan dalam ini merupakan produk dari isolasi dan interaksi kima yang ekstensif antara air dan batu dalam kurun waktu geologi yang sangat panjang.

“Tanda-tanda isotop neon jenis ini diproduksi dan terperangkap di dalam batu setidaknya selama 2 miliar tahun lalu. Saat ini kita masih bisa menemukannya di sana,” kata Lollar.

Studi lebih lanjut menunjukkan bahwa sebagian dari neon tersebut menemukan jalan ke luar dari bebatuan dan secara bertahap membaur, berakumulasi dengan cairan lain di celah-celah. “Ini hanya bisa terjadi di perairan yang terpisah dengan permukaan selama periode waktu yang sangat lama,” ucapnya.

Penemuan ini juga mengungkapkan dimensi lain terhadap lingkungan hidup. Pada salah satu celah, peneliti menemukan ekosistem mikrobial yang paling dalam di Bumi. Di sana terdapat organisme yang berevolusi hingga bisa hidup tanpa sinar matahari atau energi kimia yang berasal dari bebatuan.

“Komunitas mikrobial ini memperluas konsep kami seputar bagian mana yang bisa ditinggali oleh makhluk hidup di Bumi,” kata Lollar. “Mengingat mereka punya kesamaan dengan organisme yang ditemukan di bagian lain di Bumi, kami berasumsi bahwa mikroorganisme tersebut bukanlah berasal dari nenek moyang yang berbeda, namun dulu mereka datang dari tempat lain untuk tinggal di bebatuan tersebut,” ucapnya.

Yang pasti, kata Lollar, lamanya periode isolasi telah mempengaruhi evolusi mereka. “Di sinilah kami berusaha mengekspolrasi dengan penelitian lebih lanjut bersama rekan-rekan kami dari bidang mikrobiologi,” ucapnya.
Read More

Letusan Matahari Membawa Berkah

Radiasi Matahari menyapu sinar kosmik energi ultra tinggi yang hadir dari luar tata surya.
Meski dramatis, letusan dahsyat Matahari pada 14 Februari lalu ternyata tidak sampai memaksa astronot di Internal Space Station untuk lari berlindung. Malah, tampaknya letusan matahari itu membantu menurunkan dosis radiasi yang diterima astronot.

Letusan yang terjadi tersebut, yang merupakan letusan terbesar selama empat tahun terakhir, mengirimkan gelombang radiasi besar dan partikel yang bergerak cepat ke

arah Bumi. Setelah letusan itu, Matahari tetap aktif. Bahkan empat hari kemudian, ia kembali melontarkan lidah api besar.

Beruntung, stasiun ruang angkasa ISS berada di jarak 354 kilometer di atas permukaan laut. Ia masih dilindungi medan magnet pelindung milik Bumi yang melindungi dari badai luar angkasa pada umumnya.

“Jika astronot tetap berada di dalam stasiun ruang angkasa, ia tidak dalam bahaya,” kata Frank Cucinotta, Chief Scientist of Space Radiation Program, NASA, seperti dikutip dari Space, 22 Februari 2011. “Bahkan radiasi dari letusan matahari itu membawa berkah,” ucapnya.

Cucinotta menyebutkan, yang jauh lebih mengkhawatirkan bagi astronot justru adalah sinar kosmik galaksi yang datang dari tempat lain. “Gelombang radiasi dan partikel dari Matahari justru menyapu sejumlah sinar kosmik dengan energi ultra tinggi yang datang dari luar sistem tata surya,” ucapnya.

Sebagai informasi, sinar kosmik yang beredar umumnya terdiri dari proton berenergi tinggi yang dilahirkan oleh ledakan supernova dan kejadian dramatis lain yang terjadi di seluruh penjuru alam semesta. Gelombang ini terus menerus membanjiri tata surya kita dari jauh, dan mereka jauh lebih sulit diatasi dibandingkan dengan radiasi dari Matahari kita.

Atmosfir Bumi mampu melemahkan sinar kosmik, sehingga astronot menerima dosis radiasi jauh lebih tinggi dibanding mereka yang tinggal di bumi. Partikel yang bergerak dalam kecepatan tinggi bisa memasuki kulit dan daging manusia, menghantam sel tubuh dan merusak DNA. Sejalan dengan waktu, manusia yang terimbas radiasi secara terus menerus berpotensi terkena kanker dan masalah kesehatan lain.

Namun demikian, badai Matahari yang terjadi pekan lalu justru mereduksi eksposur terhadap radias kosmik. “Gelombang magnetik milik Bumi mampu memantulkan partikel kosmik,” kata Cucinotta. “Sehingga, saat radiasi Matahari tiba di Bumi, ia menyapu banyak sinar kosmik yang berada di hadapannya,” ucapnya.

Fenomena ini disebut sebagai “Forbush decrease” dan pernah terjadi di tahun 2005 lalu. Ketika itu, radiasi sinar kosmik dari penjuru alam semesta berhasil disapu oleh gelombang radiasi dari Matahari hingga berkurang sekitar 30 persen.

Artinya, meski badai yang terjadi di Matahari berpotensi merusak, misalnya mengganggu infrastruktur listrik dan komunikasi di seluruh dunia, dahsyatnya kekuatan radiasi itu juga membawa berkah yakni membuat gelombang pelindung bagi astronot yang berada di ratusan kilometer di atas Bumi.
Read More

Letusan Bintik Matahari Kacaukan Bumi

Akhir minggu lalu, letusan bintik matahari dikabarkan mengarah ke Bumi dan diperkirakan sampai pada hari Jumat pagi dini hari. Dampak suar matahari itu diperkirakan bisa mengacaukan jaringan radio telekomunikasi di seluruh dunia.

Perkiraan kerusakan telekomunikasi itu disimpulkan berdasarkan efek letusan bintik matahari yang sudah-sudah. Dalam empat tahun terakhir, sebuah suar matahari yang sangat kuat membawa

badai cuaca yang sangat besar. Dan selama ini badai itu selalu mengganggu sejumlah jaringan telekomunikasi di Bumi.

Demikian dikatakan profesor Daniel Baker, seorang ahli cuaca ternama asal University of Colorado, seperti dikutip VIVAnews dari Cellular News, Senin 21 Februari 2011.

Bintik mahatai yang meletus 15 Februari lalu,diklasifikasikan sebagai suar kelas X. Letusan itu memuntahkan miliaran ton partikel ke arah Bumi, yang dikenal dengan istilah coronal mass ejection (CME).

Sejumlah ahli menyebutkan bahwa letusan itu adalah pertanda bahwa matahari telah hidup kembali. "Selama beberapa tahun terakhir, sejak awal abad 20, matahari cukup tenang. Tapi sekarang ia memuntahkan miliaran ton partikel dan memicu badai geomagnetik di medan magnet Bumi. Muntahan partikel sekuat itu mampu menyebabkan gangguan telekomunikasi, sistem navigasi penerbangan, dan arus listrik," jelas Baker.

"Letusan matahari itu juga menganggu keamanan para astronot dan awak pesawat," tandas profesor yang pernah menjabat ketua komite National Research Council 2008 dengan hasil riset bertajuk "Severe Space Weather Events".

Dari sudut pandang ilmiah, peristiwa bintik matahari kelas X, jenis suar matahari terkuat, dianggap sangat menarik. Tapi, dari sudut pandang masyarakat, Baker mengatakan, kita tidak mungkin membiarkan awak pesawat ruang angkasa yang beroperasi di sekitar Bumi sampai turun ke Bumi.

Menurut National Oceanic and Atmospheric Administration, beberapa CME akan mencapai atmosfer Bumi pada hari ini atau esok. Namun, belum dapat dipastikan wilayah Bumi mana yang akan terkena dampak letusan suar matahari itu.

"Ketergantungan manusia pada teknologi sekarang ini membuat masyarakat lebih rentan terhadap pengaruh cuaca," ucap Baker. "Tapi, para ilmuwan dan insinyur telah membuat langkah besar dalam beberapa dekade terakhir terkait fenomena ini."

"Sekarang kami lebih paham tentang apa yang akan terjadi dan apa dampaknya. Sehingga, setidaknya dapat membangun sistem yang lebih kuat untuk meminimalisir dampak letusan tersebut," tutur Baker.

"Ini akan menjadi sangat menarik untuk menguji sistem teknologi kami dalam menahan kerasnya cuaca ruang angkasa seiring meningkatnya kembali aktivitas matahari," pungkasnya.
Read More

Laba-laba Penghisap Darah Doyan Bau Kaus Kaki

Dari penelitian terakhir, diketahui bahwa sebuah spesies laba-laba yang mangsa utamanya adalah nyamuk pembawa penyakit malaria, yakni Anopheles gambiae, sangat tertarik dengan bau keringat di kaus kaki.

Peneliti asal Inggris dan Kenya membuktikannya dalam sebuah eksperimen. Mereka menggunakan kaus kaki bekas pakai untuk mengetahui apakah laba-laba yang dimaksud juga memiliki sifat yang sama dengan sifat mangsanya, yakni tertarik dengan bau-bauan dari manusia.

Ternyata, laba-laba lompat tampak telah mengembangkan ketertarikan terhadap

bau kaki manusia untuk membantu mereka menemukan mangsa. Temuan ini dilaporkan pada jurnal Biology Letters.

Menurut peneliti, manusia kini bisa ‘merekrut’ Evarcha culicivora, laba-laba lompat Afrika Timur tersebut, dalam memerangi malaria. Caranya dengan mengajak laba-laba itu tinggal di rumah yang dipenuhi dengan kaus kaki bau.

Fiona Cross, peneliti dari University of Canterbury, Inggris dan Robert Jackson, dari International Centre of Insect Physiology and Ecology, Kenya melakukan penelitian tersebut. Mereka tertarik meneliti spesies laba-laba itu karena laba-laba itu merupakan pemangsa satu-satunya yang secara spesifik memangsa nyamuk penyebab malaria tersebut.

“Kami memiliki kecurigaan bahwa bau manusia sangat menarik bagi laba-laba sebelum melakukan eksperimen ini,” kata Cross, seperti dikutip dari BBC, 21 Februari 2011. “Padahal umumnya, laba-laba ini tinggal di rerumputan tinggi di luar rumah atau di gedung-gedung yang ditinggali manusia."

Untuk membuktikan kecurigaan itu, mereka merancang peralatan eksperimen berbasis aroma yang disebut sebagai olfactometer. Mereka kemudian menempatkan laba-laba uji dalam sebuah wadah. Udara kemudian dipompakan ke masing-masing wadah. Masing-masing udara datang dari kotak yang berisi kaus kaki bersih dan kaus kaki bekas dipakai yang memiliki bau keringat kaki manusia.

Bagi tiap laba-laba, peneliti juga menyediakan pintu darurat agar mereka bisa melarikan diri kapan saja ke ruangan yang tidak diberi bau apapun.

“Ternyata, laba-laba yang diberi aroma kaus kaki bau betah berlama-lama di ruangan yang dihembuskan bau tersebut, dibandingkan laba-laba yang dihembuskan bau kaus kaki yang baru dicuci,” kata Cross. “Kenyataan bahwa laba-laba menemukan bahwa bau manusia sangat menarik belum pernah diketahui sebelumnya."

Cross menyebutkan, penemuan ini berkaitan dengan perilaku lain laba-laba ini. “Saat mereka menemukan bau darah, mereka bisa menjadi sangat rakus dan bisa membunuh hingga 20 nyamuk secara terus menerus, meski tidak memakan seluruhnya,” ucapnya.

Saat ini, kata Cross, mereka perlu mempelajari lebih lanjut perilaku seperti itu. “Mereka menjadi gila saat berada di sekeliling nyamuk yang sudah menghisap darah,” ucapnya.

Meski kedengarannya mengerikan, kedua peneliti yakin bahwa makhluk haus darah itu bisa membantu manusia dalam memenangkan pertempuran kompleks melawan malaria. “Laba-laba itu ada di lingkungan dan tersedia secara gratis,” kata Cross. “Lalu kenapa tidak kita mencari cara untuk memanfaatkan predator menarik ini?”

Cross dan rekan-rekannya kini mencari cara bagaimana manusia bisa mengundang laba-laba ini ke dalam rumah tanpa mengundang pula nyamuk. “Di kawasan yang dilanda wabah malaria, orang-orang perlu menyambut kedatangan makhluk tersebut ke dalam rumahnya,” ucapnya.
Read More

Mimas, Bulan Milik Saturnus

Mimas merupakan bulan terdekat milik planet Saturnus yang permukaannya didominasi oleh kawah. Saking banyaknya, bulan ini tampak seperti bintang mati.

Bulan ini juga terkenal karena memiliki kawah yang berukuran sepertiga dari ukuran bulan tersebut. Kawah itu, disebut dengan Herschel Crater, berukuran lebar 140 kilometer. Padahal, diameter Mimas sendiri hanya

396 kilometer.

Menurut astronom, jika obyek yang menabrak Mimas berukuran lebih besar atau menabrak dengan kecepatan yang lebih tinggi, Mimas bisa jadi sudah hancur berkeping-keping. Membentuk bulan baru atau tercecer menjadi cincin baru milik Saturnus.

Cassini, pesawat pembawa teropong luar angkasa milik NASA, pada 13 Februari 2010 lalu berhasil terbang mendekati Mimas dengan jarak hanya 9500 kilometer. Saat berada di jarak terdekat tersebut, Cassini mengambil gambar-gambar permukaan Mimas dan mengirimkannya ke Bumi.

Berikut ini foto: Mimas, Bulan Milik Saturnus yang berhasil ditangkap oleh Cassini.

Mimas sendiri merupakan benda angkasa yang memiliki kepadatan rendah, hanya 1,17 kali lebih padat dibanding air cair. Menurut astronom, data tersebut mengindikasikan bahwa bulan itu terdiri dari air yang membeku dan hanya sedikit mengandung bebatuan. Diperkirakan, Mimas memiliki suhu permukaan -299 derajat Celcius.
Read More

Jumat, 18 Februari 2011

Astronom Bikin Alat Pendeteksi Alien

Sebuah instrumen sedang dibuat di Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, Amerika Serikat. Instrumen itu akan digunakan pada salah satu teleskop terbesar dan terkuat yang pernah dibuat ilmuwan yang ada di Canary Islands, Spanyol.

Alat ini nantinya akan digunakan oleh astronom untuk membantu melengkapi data yang diperoleh pesawat ruang angkasa Kepler dalam mencari dan mengkarakteristikkan

planet-planet alien yang diduga berpotensi mengandung kehidupan.

Instrumen spectograph yang disebut sebagai HARPS-North (Hight-Accuracy Radial velocity Planet Searcher) itu didesain untuk mendeteksi sinyal yang kecil sekalipun yang dihasilkan oleh planet hingga sekecil Bumi yang mengorbit dekat dengan bintangnya.

“Selama ini, Kepler memberikan informasi ukuran planet berdasarkan banyaknya cahaya yang ia blokir saat melintas di depan bintangnya,” kata David Latham, astronom Smithsonian, seperti dikutip dari Space, Kamis, 17 Februari 2011.

Latham menyebutkan, kini pihaknya membutuhkan alat untuk mengukur massa planet, sehingga peneliti bisa mengetahui kepadatan planet yang bersangkutan. “Alat ini memungkinkan kami membedakan planet batu dan planet air dari objek yang didominasi oleh atmosfir yang penuh hidrogen dan helium,” ucapnya.

Cara kerja spectograph tersebut adalah dengan memisahkan cahaya dari sebuah bintang ke dalam komponen panjang gelombang atau warna, sama seperti cara kerja sebuah prisma. Elemen kimia kemudian akan digunakan untuk menyerap sinar dengan warna tertentu, dan meninggalkan garis hitam di dalam spektrum bintang.

Garis-garis ini perlahan berubah posisi karena pengaruh gravitasi dari planet yang mengorbit bintang mereka dan memungkinkan peneliti melakukan pengukuran.

“HARPS-N akan meneliti objek yang paling menarik yang ditemukan oleh Kepler,” kata Dimitar Sasselov, direktur pada Harvard Origins of Life Initiative, pusat penelitian yang mempelajari pembentukan planet dan pendeteksian sumber serta evolusi awal dari kehidupan.

Sasselov menyebutkan, HARPS-N akan bekerja sama dengan Kepler dan dijadwalkan akan mulai melakukan pengukuran pada April 2012.
Read More

"Taksi Asteroid" Antar Manusia ke Mars

Para penjelajah antariksa di masa mendatang mungkin bisa mencapai planet merah Mars dengan "membonceng" asteroid. Mereka dapat menghemat ongkos dengan menempelkan kendaraan antariksa di salah satu sisi asteroid yang akan melintas antara Bumi dan Mars.

Mendaratkan pesawat luar angkasa di landasan batu asteroid dipertimbangkan sebagai cara menyiasati masalah utama yang bakal ditemui saat meluncur ke Mars. Selain ongkos tenaga, menempatkan wahana di sisi yang aman dapat memberi perlindungan dari

sinar kosmik ataupun partikel-partikel berenergi tinggi yang banyak berkeliaran dengan kecepatan cahaya di luar angkasa.

Radiasi sinar kosmik membawa efek buruk bagi tubuh manusia. Ia dapat merusak DNA dan juga meningkatkan risiko kanker serta katarak. Penelitian pun mengungkap bahwa sejumlah tertentu radiasi akan membombardir astronaut selama ratusan hari perjalanan mengelilingi Mars akan meningkatkan risiko kanker 1-19 persen.

"Maka ketimbang memusatkan perhatian untuk membangun pelindung yang lebih baik terhadap radiasi, kita perlu memikirkan desain pesawat antariksa yang dapat melompat ke dalam dan ke luar asteroid yang tengah melintas," kata Gregory Matloff, seorang ahli fisika dari New York City College of Technology.

Taksi-asteroid ini membutuhkan luas sekitar 10 meter persegi, sudah cukup untuk memberikan perlindungan yang layak. Sejauh ini telah diketahui lima jenis asteroid yang cocok pada kriteria, dan kelimanya diperkirakan akan melewati Bumi menuju ke Mars sebelum tahun 2100. Bagaimanapun, teori Matloff masih harus mengkaji lagi berbagai hal dan resiko, sebelum direalisasikan sebagai model baru perjalanan luar angkasa.
Read More

Bekas Ledakan di Komet Berhasil Dipotret

Wahana luar angkasa Stardust-NExT berhasil mencapai jarak terdekat dengan komet sasarannya, Tempel 1, Selasa (15/2/2011) pukul 11.40 WIB lalu. Jarak terdekat yang berhasil dicapai oleh wahana luar angkasa tersebut adalah 178 km, lebih dekat dari yang diprediksikan.

Ketika mencapai jarak terdekat, Stardust-NExT juga berhasil mengambil gambar beresolusi tinggi yang mencitrakan wajah komet Tempel 1. Citra tersebut akan digunakan oleh para astronom untuk melihat perubahan pada komet setelah misi Deep Impact pada tahun 2005. Saat itu, wahana Deep Impact menembakkan proyektil ke

permukaan komet Tempel 1 dan melakukan observasi untuk mengetahui komposisi komet tersebut.

Salah satu citra yang berhasil dipotret oleh Stardust-NExT adalah kawah seluas 150 meter yang dalam citra tahun 2005 tidak terdapat. Kawah tersebut terlihat sangat kecil pada hasil pencitraan, namun secara konsisten terlihat dari berbagai sisi. Para astronom yakin, kawah itu adalah bekas hantaman pada misi Deep Impact.

Kawah bekas hantaman itu terlihat "lunak", tidak seperti kawah di permukaan batuan lain yang umumnya terbentuk dengan jelas. "Hal ini menunjukkan bahwa inti komet ini rapuh dan lemah, terlihat dari 'kelunakan' kawah yang kita lihat saat ini," kata Peter Schultz, ilmuwan dari Brown University Providence Rhode Island yang juga terlibat dalam misi ini.

Schultz mengatakan, di bagian tengah kawah tampak adanya gundukan. Ini menunjukkan bahwa debu komet yang terhambur ke atas saat hantaman terjadi ditarik kembali ke permukaan komet oleh gaya gravitasi. "Dalam hal itu, kawah tersebut tampak seperti sedang mengubur dirinya sendiri," papar Schultz.

Selain menangkap citra kawah, Stardust-NExT juga berhasil mengambil citra keseluruhan Tempel 1. Dalam citra tersebut, Tempel 1 tampak berbentuk bulat seperti kentang. Pada permukaan komet pertama yang berhasil diobservasi dua kali ini, terdapat bercak-bercak yang menandakan bahwa permukannya tidak rata.

Dengan berhasilnya Stardust-NExT menyelsaikan misi ini, maka wahana luar angkasa ini telah menempuh jarak 5,7 miliar km di angkasa. Stardust-NExT juga telah menyelesaikan dua misi observasi komet. Sebelumnya, Stardust-NExT bernama Stardust dan telah menyelesaikan misi untuk mengoleksi debu dan gas dari komet Wild 2.
Read More